Tolak Penjabat Gubernur Perwira Tinggi TNI dan Polri, Kornas Terus Kawal Tuntutan Reformasi

Kabar-malaka.comOmbudsman RI (ORI) menjadi satu- satunya lembaga negara produk reformasi yang menyoroti nama-nama calon penjabat kepala daerah di sejumlah provinsi yang diajukan berasal dari prajurit TNI dan Polri aktif.

ORI menegaskan kepada Pemerintah bahwa penjabat kepala daerah haruslah dari sipil (ASN). Hal tersebut disampaikan oleh anggota ORI, Robert Na Endi Jaweng.

Robert menyampaikan bahwa dalam waktu dekat, akan ada 85 penjabat kepala daerah baru yang akan segera ditetapkan.

“Kita mencermati situasi yang terjadi saat ini, kita semua tahu di depan mata kita, mungkin ini putaran terakhir, akan ada 85 penjabat kepala daerah baru yang akan segera ditetapkan, ada 10 provinsi, dan sisa selebihnya di tingkat kabupaten/kota,” kata Robert saat konferensi pers seperti disiarkan di YouTube Ombudsman RI, Kamis (10/8/2023).

Tetap Usulkan TNI dan Polri Aktif

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merespons ORI terkait nama-nama calon penjabat kepala daerah di sejumlah provinsi yang diajukan berasal dari prajurit TNI dan Polri aktif. Kemendagri mengatakan nama-nama yang diajukan itu baru usulan.

“Penunjukan Pj Kepala Daerah itu ada aturannya dan ada tahapan-tahapannya. Saat ini Kemendagri baru sampai pada tahap menerima usulan. Jadi belum ada yang ditetapkan. Memang di dalam usulan itu, ada beberapa nama yang berlatar belakang TNI dan Polri. Kita merujuk kepada aturan. Usulan baru diterima, tindak lanjutnya adalah kita akan verifikasi kita akan evaluasi usulan-usulan itu apakah usulan-usulan itu sesuai aturan atau persyaratan atau tidak”. kata Kapuspen Kemendagri, Benni Irwan, pada Kamis (10/8/2023).

“Namanya juga usulan persoalan bisa lewat atau tidak tergantung tim yang membahas. Tentu masing-masing anggota tim sudah memahami aturan itu. Jadi masih banyak tahapannya. Karena setelah usulan ini masuk diverifikasi, ah ini nggak memenuhi syarat, ya nggak lewat dia. Yang memenuhi syarat yang memenuhi kriteria yang punya kinerja baik sesuai aturan itu yang nanti akan diusulkan kepada presiden pada tahap penilaian akhir,” Tutup Benni.

Baca Juga :  KUHP Baru Yang Ditandatangani Jokowi Berpotensi Membungkam Jurnalis

Menghianati Tuntutan Reformasi

Barangkali memori kolektif bangsa ini perlu disegarkan kembali atas tuntutan reformasi. Momentum perubahan besar Indonesia yang baru saja merayakan ulang tahun ke-25. Meski para elit aktivis yang didaulat sebagai “aktor reformasi” kini sedang asyik menikmati remah- remah kekuasaan. Baik sebagai komisaris, komisioner lembaga negara, staf khusus pada kementerian dan lembaga. Terdapat hal ikhwal kegentingan yang memaksa untuk mengingatkan bangsa ini atas tuntutan reformasi yang terdiri dari enam tuntutan, yakni: pertama, penegakan supremasi hukum; kedua, pemberantasan KKN; ketiga, pengadilan mantan presiden Soeharto dan kroninya; keempat, amandemen konstitusi; kelima, pencabutan dwifungsi ABRI (TNI/Polri), dan; keenam, pemberian otonomi daerah seluas-luasnya.

Belum lama berselang kita menyaksikan arogansi kewenangan dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi baru saja dipertontonkan lewat aksi Danpuspom TNI bersama sejumlah perwira menggeruduk KPK. Sebelum “perintah koordinasi” dari Panglima Tertinggi Presiden Joko Widodo, Danpuspom menyatakan penersangkaan kepala Basarnas, dan ajudannya sebagai prajurit aktif TNI tidak sah.

Meski akhirnya Danpuspom bersama ketua KPK tetap mengumumkan keduanya tersangka, publik terlanjur kehilangan kepercayaan atas kesungguhan pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Demikian juga dengan aksi penggerudukan sejumlah prajurit TNI Kodam I BB di Mapolrestabes Medan. Para prajurit TNI show of force intervensi hukum dengan memaksa penangguhan penahanan tersangka terduga mafia tanah, kerabat oknum prajurit TNI. Aksi alai koboi tersebut sebagai bukti ada masalah dalam tubuh TNI dan Polri.

Praktik dwifungsi ABRI (TNI dan Polri) sesungguhnya hingga kini tetap berlangsung. Sejumlah perwira tinggi saat ini menempati posisi jabatan sipil. Perwira Polri aktif yang pegang jabatan ASN saat ini diantaranya, Irjen Kemendagri, Sekjen Kemenkumham, Sekjen KKP, Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham. Sedang Perwira Tinggi TNI aktif di jabatan sipil yakni Kepala Basarnas, Kepala BNPB. Demikian juga sejumlah Penjabat Gubernur dan Penjabat Bupati dan Walikota yang berasal dari prajurit TNI dan Polri aktif.

Baca Juga :  Gus Din: Kalau PDI Perjuangan Mau Ngusung Anies Puan atau Puan - Anies Silahkan Saja

Termasuk sejumlah perwira TNI dan Polri aktif yang menduduki jabatan sipil pada sejumlah instansi pemerintahan lainnya seperti STPDN, Universitas Pertahanan dan sekolah- sekolah kedinasan sipil lainnya. Sementara itu, hal sebaliknya tidak mungkin terjadi, dimana ada pejabat sipil yang menempati jabatan pada TNI dan Polri. Tidak akan ada Danramil atau Kapolsek yang berasal dari aparatur sipil negara (ASN). Bahkan kepala rumah sakit TNI dan Polri sendiri harus prajurit aktif.

Mendesak Reformasi Jilid II

Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia serta konsisten mengawal tuntutan reformasi secara utuh dan menyeluruh menyampaikan sikap dan pandangan sebagai berikut:

Pertama ; bahwa dalam rangka kesetiaan terhadap tuntutan reformasi, maka terdapat hal ikhwal kegentingan yang memaksa agar semua perwira TNI dan Polri aktif ditarik dari seluruh jabatan sipil pemerintah. Baik yang menempati jabatan pada kementerian/lembaga, penjabat kepala daerah, hingga para komisaris BUMN.

Kedua ; bahwa Mendagri, Tito Karnavian melakukan manuver politik dengan merekrut para perwira tinggi Polri bekas anak buahnya untuk menjadi Penjabat Gubernur. Langkah tersebut sebagai strategi untuk tetap membangun pengaruh politik jelang Pemilu 2024.

Ketiga ; bahwa Presiden Joko Widodo diminta untuk tidak menempatkan (lagi) perwira tinggi, menengah TNI dan Polri untuk mengisi posisi penjabat Gubernur, Bupati, dan Walikota dalam waktu dekat. Dinamika politik jelang Pemilu 2024 dan Pilkada serentak 2024 membutuhkan konsentrasi yang tinggi dari TNI dan Polri. Maka para perwira tinggi dan menengah tersebut lebih tepat tetap berada di TNI dan Polri.

Baca Juga :  Tarik Perwira Tinggi TNI dan Polri dari Jabatan Sipil

Keempat ; bahwa reformasi memastikan pilihan bangsa ini terhadap supremasi sipil. Maka dibutuhkan percepatan dalam rangka melakukan revisi terhadap UU ASN, UU TNI, UU Polri, UU Peradilan Militer, dan revisi perangkat peraturan lainnya. Supremasi sipil menghendaki komitmen dan konsistensi bangsa ini mengembalikan TNI dan Polri kembali ke barak.

Kelima ; bahwa terdapat hal ikhwal kegentingan yang memaksa agar pemerintah dan DPR segera menyusun dan membahas RUU Pembuktian Terbalik dan RUU Perampasan Aset. Kekayaan tidak wajar dari para pejabat sipil, TNI dan Polri harus dapat dibuktikan sumber, asal muasal perolehannya. Kebiasaan pejabat dan keluarganya memamerkan harta dan kemewahan harus diberantas dan segera dihentikan melalui UU Pembuktian Terbalik dan UU Perampasan Aset.

Keenam ; bahwa seleksi penerimaan sekolah calon perwira TNI dan Polri harus dibatasi dan dikurangi untuk menghindari penumpukan perwira menengah dan tinggi di TNI dan Polri. Tingginya jumlah perwira menengah dan tinggi di TNI dan Polri membutuhkan penambahan jabatan dan fungsi yang berdampak pada alokasi anggaran. Sementara itu, kebutuhan pelayanan pertahanan dan keamanan saat ini lebih utama pada modernisasi alutsita dan prajurit bintara dan tamtama

Dengan itu kata Ketua Presidium Kornas, Sutrisno Pangaribuan, bahwa Kornas akan terus konsisten mendorong pemerintah memenuhi tuntutan reformasi yang diperjuangkan dan direbut dengan darah dan airmata.

“Bangsa ini kehilangan banyak hal dan banyak orang, dan hingga saat tidak pernah kembali demi dan karena reformasi. Kornas akan terus berjuang dan bergerak bersama rakyat memenuhi tuntutan reformasi,” Pungkasnya.

Redaksi