Kabar-malaka.com – Kumpulan PengacaraTapalBatas (PANTAS) RI–RDTL dukung program SAKTI Bupati, Dr. Simon Nahak, S.H., M.H., dan WakilBupatiMalaka, Louse Lucky Taolin, S. Sos,.
Kendati demikian disampaikan KetuaPANTASMelkinusConteriusSeran, S.H., M.H dalam diskusi yang berlangsung di Kantor PERADI MCS, pada Senin 1 Mei 2023 yang bertema “Buruh Majikan dan Pemerintah Dalam Perspektif Hukum”.
Terutama meningkatkan kualitas tenagakerja di kabupaten malaka yang melekat pada programSAKTI dalam huruf K yaitu kualitas.
Diskusi perkumpulan PANTASRI–RDTL ini menjadi ruang untuk menghasilkan konsep yang bisa direkomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Malaka. Dimana pemerintah telah membuka kesempatan kerja bagi percari kerja Melaui pelatihan – pelatihan yang sekarang ada Balai Latihan Kerja (BLK).
KetuaPANTAS yang karib disapa MCS ini menuturkan, bahwa Ini merupakan trobosan-trobosan yang di lakukan oleh Pemerintah Kabupaten Malaka melalui dinas terkait dalam hal ini Dinas Nakertrans dalam upaya meningkatkan mutu tenagakerja yang berdaya guna dan berdaya saing.
KetuaPANTASRI–RDTL, MelkianusConteriusSeran, S.H., M.H dalam materinya memaparkan tentang politikhukumketenagakerjaan baik itu ius constitutum, hukum yang berlaku sekarang maupun ius constituendum, hukum yang akan datang.
Dalam pemaparan tersebut, Ia menyatakan bicara politikhukum, legal policy mengacu pada tiga hal pokok
Yang pertama, pembentukan hukum itu berkenaan dengan substansi hukum baik itu berisikan asas-asas hukum, kaidah hukum, hak dan kewajiban, perintah maupun larangan yang apabila di langgar tentu dikenakan sanksi atau hukuman dan bentuk hukum itu tertulis, writhen law dan hukum tidak tertulis, common law
Kemudian yang kedua, penerapan hukum berkenaan dengan unifikasi hukum, koordinasi hukum dan harmonisasi hukum.
Dan yang ketiga, penegakan hukum, berkenanan dengan dimensi penegakkan hukum, pelaksanaan penindakan oleh Aparatur Penegak Hukum, proses melalui jalur litigasi yaitu melalui badan peradilan dan melalui jalur nonlitigasi melalui mediasi.
“Saya melihat UU RI No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam penerapannya belum berjalan sebagai mana mestinya,” Katanya.
Hal tersebut kata MCS, karena aspek ketenagakerjaan ini terutama pencari kerja atau pekerja masih menyisahkan problem diantaranya masih terdapat tenagakerja non prosedural dan para pekerja di Malaka maupun di luar Malaka tidak punya perjanjian kerja antara pekerja dengan majikan/pengusaha.
“Menurut saya dalam keadaan demikian maka tentu tidak ada perlindungan hukum bagi pencari kerja atau pekerja tersebut. Sebab hubungan hukum antara pekerja atau buruh dengan majikan, dan atau pengusaha bisa diketahui dari perjanjian kerja yang dibuat oleh kedua belah pihak yang berisikan hak dan kewajiban para pihak dalam hal ini pekerja dan majikan/pengusaha. Jika tidak ada perjanjian kerja tentu tidak ada perlindungan hukum bagi pekerja apalagi non prosedural/pekerja ilegal,” Papar KetuaPANTASRI–RDTL ini.
Ia menjelaskan, misalkan ketika terjadi perselihan hak dan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tentunya pekerja atau buruh tidak ada dasar hukumnya untuk menuntut majikanya ke Pengadilan Hubungan Industrial karena tidak ada satu dokumen hukum yang dimiliki oleh pekerja atau buruh ini problem besar.
“Perjanjian kerja yang dibuat berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal 52 UU No. 13 Tahun 2003 sebagai lex specialis atau ketentuan khusus yang mengatur syarat-syarat sahnya perjanjian kerja diantaranya adanya kata sepakat, cakap melakukan perbuatan hukum, adanya pekerjaan yang diperjanjiakan,” Jelas MCS.
Dan juga perjanjian harus memenuhi syarat sebab yang halal artinya pekerjaan yang diperjanjiakan tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
“Syarat ini pun juga diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata sebagai lex generalis ketentuan umum. Sehingga dalam keadaan demikian maka berlaku asas lex specialis derogat legi generalis, yang artinya aturan yang bersifat khusus menyesampingakan aturan yang bersifat umun,” Ujarnya.
Dikatakannya, Pasal 51 ayat 1 UU ketenagakerjaan menyatakan bahwa perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.
Namun menurut ketuaPANTAS ini bahwa, untuk kepentingan pembuktian dikemudian hari ketika terjadi perselisihan maka sebaiknya perjanjian kerja tersebut dibuat secara tertulis.
“Untuk itu menurut saya solusinya pertama, optimalisasi pemerintah desa di kabupaten Malaka untuk sosialisasi prosedur perekrutan tenaga kerja karena pencari kerja/pekerja pada umumnya berasal dari pedesaan. Kedua, perjanjian kerja antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau majikan wajib dibuat secara tertulis sebagai landasan hukum bagi para pihak untuk menuntut kepada salah satu pihak ketika salah satu pihak wanprestasi/ingkar janji atau malakukan perbuatan melawan hukum dan melanggar hak. Yang ketiga, di kabupaten Malaka sudah saatnya ada serikat buruh atau organisasi pekerja sebagai representasi para buruh/pekerja. Kita ingin kabupaten Malaka kaya akan kwalitas tenagakerja yang berdaya saing baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional,” Pungkasnya.
Redaksi : Arro
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.