Hukum  

Pelaku Belum Ditangkap, Kapolri Diminta Intervensi Kasus Penganiayaan Wartawan

Kupang,kabar-malaka.com- Kepala Kepolisian (Kapolri) Republik Indonesia (RI), Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo diminta untuk segera mengintervensi penanganan kasus penganiayaan terhadap wartawan dan pemred (Pemimpin Redaksi) media online Suaraflobamora.Com, Fabianus Paulus Latuan (FPL) dan memerintahkan baik Kapolda NTT maupun Kapolresta Kupang untuk segera menangkap para pelaku. Karena terhitung sudah delapan hari pasca kejadian tersebut (27/04), baik Polda NTT maupun Polresta Kupang belum dapat menangkap para pelaku (preman) dan dalang kasus tersebut.

Demikian disampaikan Ketua Dewan Pembina Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Gabriel Goa dalam wawancara zoom bersama GorisSadhanTV pada Rabu (04/05/2022) terkait kasus kekerasan terhadap wartawan di NTT.

“Terkait kasus (penganiyaan wartawan FPL, red) di Nusa Tenggara Timur, kami minta Kapolri perintahkan Kapolda Nusa Tenggara Timur dan Kapolresta Kota Kupang supaya segera tangkap pelaku dan aktor intelektualnya. Jangan sampai dibiarkan, karena kalau ini dibiarkan akan berdampak lain lagi. Bisa menimbulkan masalah baru,” jelasnya.

Baca Juga :  Sidang Kasus Igit, MCS Sebut 3 Orang Penting Terlibat Kasus Dugaan Penggelapan Uang di KCU Kefamenanu

Menurut Gabrial Goa, fungsi Polri harus segera didayagunakan sehingga aparat segera menangkap para pelaku. Dan kalaupun para pelaku sudah ditangkap, PADMA Indonesia juga akan mendampingi para pelaku agar mendapatkan perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Kenapa mereka harus dilindungi? Supaya mereka jangan dimatikan (dibunuh, red) atau dibungkam, tetapi dilindungi sebagai justice collaborator untuk mengungkap siapa aktor intelektualnya,” tandasnya.

Selain itu, lanjut Gabrial Goa, Padma Indonesia juga akan mendampingi korban penganiayaan yaitu Fabi Latuan untuk meminta perlindungan dari LPSK. “Juga kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) RI (Republik Indonesia), karena dalam tanda petik Pers adalah whistleblower (saksi atau pelapor dugaan suatu tindak pidana) dalam pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Baca Juga :  Melkianus Conterius Seran Menang Sidang di Tiga Tingkat Peradilan Tanah Objek Sengketa Seluas 1.300 m2

Bila perlu, katanya, LPSK jangan lagi menunggu ada laporan baru bergerak, tetapi proaktif melindungi wartawan (whistleblower, red) dan justice collaborator bila nanti sudah ditangkap polisi.

“Kita tidak mau nanti tau taunya mereka mati di tahanan dan akhirnya kasusnya tidak terungkap. Nah, ini juga perlu karena mereka juga adalah manusia dan bahwa mereka misalnya dalam tanda petik dibayar oleh siapa yang memberi order supaya ini diungkap. Dengan demikian jadi terang benderang rasa keadilan masyarakat, tetapi juga diungkap mengapa ini terjadi kepada para pejuang pers ini,” jelasnya.

Baca Juga :  Beberapa Pelaku Pengeroyokan di Desa Motaulun Dipolisikan, Kapolsek Malbar; Kita Akan Eksekusi

Ketua Pembina Padma Indonesia juga minta Komisi III DPR RI untuk tidak diam atau masa bodoh terkait masalah tersebut. Tetapi bangkit mengawal kinerja Aparat Penegak Hukum (Polisi dan Jaksa) kekerasan yang menimpa wartawan atau Pers di NTT.

“Anggota Komisi III DPR RI asal NTT yaitu Beny K Harman adalah mantan wartawan senior dan ada juga yang mantan Kapolda Nusa Tenggara Timur yaitu pak Jacky Uly.

“Maka kita harapkan dua wakil di Komisi III DPR RI ikut mengawal kasus ini kepada Kapolri, baru kemudian diikuti Jaksa Agung dan Mahkamah Agung, supaya proses ini transparan dan memberi efek jera dan rasa aman bagi para Kuli Tinta di Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Timur,” tegasnya.