Daerah  

Memon Hut Ke-22, Desa Todanara Komitmen Membangun Desa

Lembata,kabar-malaka.com – Masyarakat Desa Todanara, Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, Minggu 20 Maret 2022 menggelar pesta rakyat dalam puncak acara syukuran HUT ke 22 desa tersebut.

Sejak terpisah dari Desa induknya, Jontona, 22 tahun silam, 8 Maret 2000, Desa Todanara telah mencatat 4 Periode kepemimpinan kepala desa defenitif.

Sederetan prestasi termasuk bidang olahraga diraih desa ini sejak menjadi desa Otonom. Bahkan, tepat di HUT ke 22, Minggu (20/3) malam, Pemuda desa setempat menjadi Jawara dalam laga final Friendly match sepak bola antar Desa, di tingkat Kecamatan Ile Ape Timur.

Sandro Balawangak, Ketua Panitia HUT Desa Todanara menjelaskan, HUT ke 22 desa setempat di gelar dalam konsep pesta rakyat, sehingga pemerintah desa tidak perlu keluarkan biaya untuk urusan tersebut.

“Saat di tunjuk menjadi Ketua Pantia, saya minta Pemerintah untuk tidak perlu mengeluarkan Dana Desa. Seluruh kebutuhan dalam pesta rakyat ini jadi tanggungan seluruh warga secara swadaya dan kami melibatkan beberapa sponsor untuk biaya hadiah bagi pemenang lomba,” ungkap Sandro malam itu.

Baca Juga :  Klarifikasi Pemberitaan Terkait Maria Febronia Tahu Disematkan SEBAGAI Bunda Literasi GP Kabupaten Malaka

Dikatakan, rangkaian kegiatan HUT Desa Todanara mulai digelar panitia sejak tanggal 9 hingga 19 Maret 2022, berupa penyelenggaran 12 jenis perlombaan.

Kepala Desa Todanara, Frans Boli mengatakan, peringatan HUT ke 22 ini menjadi pesta rakyat. Karena itu seluruh masyarakat menjadi tuan pesta.

Desa dengan penduduk lebih dari 100 KK atau 600 jiwa lebih itu diresmikan menjadi desa defenitif oleh penjabat Bupati Lembata, Pieter Boliona Keraf, pada 8 Maret 2000 lalu.

Ketika itu pula, almarhum Penjabat Bupati Petrus Boliona Keraf melantik penjabat kepala Desa Todanara perdana, yang saat itu dijabat oleh Kepala Dusun I, Desa Jontona, Nikolaus Lewa.

“Kampung itu bagian dari manusia yang hanya punya roh, karena itu HUT ke 22 ini bertujuan agar kita semua harus memiliki kampung ini. Banyak orang melupakan tentang sejarah dan hanya melihat ke depan. Padahal, Perjuangan menjadi desa defenitif terjadi sejak tahun 1994,” ujar Fransiskus Boli.

Baca Juga :  Diduga Pengadaan Sapi di Desa Letneo Selatan Bermasalah, Araksi Lapor Ke APH

Menurut Kepala Desa keempat itu, salah satu agenda penting di desa adalah duduk bersama seluruh pelaku sejarah desa, untuk menceriterakan kembali sejarah yang benar untuk diwariskan kepada anak cucu.

Kades terpilih dalam Pilkades tahun 2022 itu pun menjelaskan, desa dengan 4 dusun dan 16 RT itu diajak untuk memegang sejarah yang benar, sebab berdirinya Desa Todanara merupakan akumulasi perjuangan tokoh pendahulu. Generasi saat ini hanya penikmat hasil perjuangan para tokoh.

Fransiskus Boli pun mengajak seluruh warga setempat untuk bekerja sama membangun dan mengabdi untuk desa.

Sementara itu Kepala BPMD Kabupaten Lembata, Yos Raya Langoday, menyatakan, malam puncak perayaan HUT ke 22 Desa Todanara, menjadi perayaan penuh syukur, seluruh rakyat merayakan kebesaran Tuhan.

“Jangan lupa tingkatkan SDM, agar kita pun dapat bekerja untuk membangun desa menuju perubahan yg diinginkan bersama. Kerja dengan semangat dan profesionalisme,” kata mantan Camat Ile Ape Timur itu.

Baca Juga :  Pemdes Motulun Gelar Musrenbangdes 2023 untuk Tetapkan RKPDes 2024

Dikatakan, momentum HUT ke 22 tahun Desa Todanara juga merupakan introspeksi bersama. Ada nilai yang mesti di pertahankan dan tingkatkan, dan nilai mana yang perlu di tinggalkan untuk kemajuan desa.

Perlu resolusi meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran dan kebahagiaan bersama.

“Ada sel inti menurut tradisi budaya kita Itu ‘koda kiring’ hasilnya terbentuklah Desa. ‘Koda’ diceritakan terus sebagai sejarah,” sebutnya.

Ia menjelaskan, “Koda” atau tradisi musyawarah, dipahami sebagai kristalisasi kekuatan. Restu dari desa induk, perangkat, restu dari arwah leluhur dan restu dari Tuhan, tangan tak kelihatan yang senantiasa memberi kepada kita.

“Kalau ‘Koda’ terputus, keharmonisan dan kekeluargaan akan hancur. Kita doakan tidak terjadi di sini. Pertanyaannya, apa yang harus diwariskan kepada anak cucu.

“Kalau misalnya belum ada Persehatian batas antar desa, kembalilah ke sel inti yakni ‘Koda’. Jangan lupa mensyukuri 22 tahun Desa Todanara,” tandasnya.